Wednesday, August 10, 2016

ASTIK [Aspal-Plastik] sebagai Material Perkerasan Jalan yang Murah dan Ramah Lingkungan

1 comments
Setiap orang ingin hidup bersih. Membersihkan diri sendiri, tempat tinggal dan lingkungan adalah hal yang kita lakukan agar bisa hidup bersih. Kebersihan erat kaitannya dengan kesehatan. Meski lingkungan yang tampak bersih belum tentu sehat, namun suatu lingkungan yang sehat sudah pasti adalah lingkungan yang bersih.
sampah berserakan di pinggir jalan (dokpri)
Namun kesadaran kita akan kebersihan diri dan lingkungan yang dekat dengan kita ini sayangnya belum dapat terintegrasi sampai lingkungan kita yang lebih luas atau bahkan secara menyeluruh. Kita membersihkan rumah kita dari sampah. Kita lalu membuang atau membakar sampah yang kita hasilkan. Jika dibakar sampah memang akan ‘tak banyak’ mengganggu kita karena sudah tak berwujud sampah seperti sebelumnya. Tapi sampah ini bertransformasi, berubah wujud dari polutan di tanah menjadi polutan di udara.
Bersyukurlah jika kita selain membakar sampah tapi juga menanam pohon. Setidaknya gas polutan dari sampah yang kita bakar sebagian bisa jadi satu bahan bagi pohon yang kita tanam untuk dijadikan oksigen yang kita hirup. Lantas bagaimana dengan sampah yang tidak dibakar alias ‘hanya’ dibuang? Tentu kita membuangnya jauh dari tempat tinggal kita, agar kita dan lingkungan terdekat kita tetap tampak bersih. Tapi pernahkah kita berpikir bagaimana kelanjutan dari sampah itu?
Sekali lagi, sebagian besar dari kita pasti selalu ingin semuanya serba bersih. Kita tidak ingin ada kotoran, noda atau sampah di dekat kita. Kita menyingkirkan segala sesuatu yang mengganggu kebersihan lingkungan kita. Tapi kita sering tidak mau peduli dengan kelanjutan dari ‘pengganggu’ (sampah) yang telah kita singkirkan, apakah akan mengganggu orang lain? Atau bahkan menggaggu lingkungan kita yang lebih luas?
Sebagian sampah yang kita buang memang menjadi mata pencaharian bagi sekelompok orang. Baik untuk didaur ulang menjadi barang sejenis maupun dikreasikan menjadi benda yang lebih unik dan cantik. Tapi itu hanya sebagian. Bagaimana dengan sebagian lagi, yang kuantitasnya lebih besar? Itulah satu problematika yang bangsa kita hadapi. Sebagian besar dari kita belum mampu untuk mengelola dan mengolah sampah menjadi hal yang lebih bermanfaat dalam skala besar, dengan tidak mencemari dan lebih ramah pada lingkungan.
Dengan jumlah penduduk yang sedemikian banyak, potensi sampah yang kita hasilkan, terutama sampah plastik juga sangat besar. Data dari Greenation yang dikutip Natgeo Indonesia menyebutkan bahwa 1 orang Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik pertahun. Itu hanya untuk satu orang saja, kalikan dengan total penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 260 juta jiwa (worldometers.info). Bisa diperkirakan betapa besar sampah plastik yang kita hasilkan.
Plastik pada dasarnya merupakan polimer sintetis yang terbuat dari rantai panjang karbon dan elemen lainnya. Melalui proses yang disebut perengkahan (cracking), minyak mentah dan gas alam dikonversi ke monomer hidrokarbon seperti etilen, propilen, stiren, vinil klorida, etilen glikol, dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya untuk menghasilkan produk plastik jadi yang diinginkan.
Perkerasan jalan merupakan kegiatan menguatkan komposisi jalan menggunakan campuran antara agregat dan bahan pengikat. Agregat adalah material granular, seperti pasir, kerikil, dan batu pecah yang dipakai secara bersama-sama dengan media pengikat untuk membentuk beton semen hidraulik atau adukan. Sedangkan bahan pengikat yang biasa dipakai adalah aspal, semen atau pun tanah liat.
Nah, sampah plastik yang sebelumnya didaur ulang menjadi bijih plastik saya pikir dapat dijadikan bahan campuran atau bahkan bahan substitusi dari material granular (atau mungkin bisa juga bahan pengikat) yang biasa digunakan. Dengan begitu, penggunaan pasir, kerikil, batu pecah, dll yang biasanya diambil dari gunung/sungai dapat diminimalisasi atau digantikan dengan sampah plastik yang telah didaur ulang.
Diperlukan kepedulian seluruh elemen, mulai dari pemerintah hingga masyarakat untuk menciptakan satu integrasi dimana sampah plastik yang dihasilkan rumah tangga dikelola dan diolah hingga menjadi bijih plastik yang siap digunakan untuk material perkerasan jalan. Jika konsep ini benar-benar dapat terealisasi, setidaknya ada dua keuntungan yang dapat kita dapat. Di satu sisi, penggunaan bijih plastik daur ulang sebagai material perkerasan jalan akan lebih murah dan mudah didapat dalam jangka panjang jika dibandingkan dengan material granular yang biasa digunakan. Di sisi lainnya, pengurangan penggunaan material granular yang diambil dari alam dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, pemanfaatan sampah plastik yang telah didaur ulang juga turut serta dalam mengurangi sampah plastik yang dapat membuat lingkungan dan alam kita menjadi bersih dan tetap lestari.



---
Penulis bukan analis kimia atau teknisi sipil yang memahami betul bagaimana suatu material dapat diaplikasikan menjadi bahan perkerasan jalan yang baik dan awet alias tidak mudah rusak. Penulis hanya melihat potensi sampah plastik di sekitar tempat tinggal penulis yang sering teronggok di tepi-tepi jalan hasil buangan para pekerja rumah tangga yang diperintahkan membuang sampah oleh majikan mereka sembari pulang bekerja (di beberapa lokasi di kota penulis sampah plastik bahkan sampai menggunung), sekaligus juga melihat kondisi jalan desa yang berada di Ibu Kota Provinsi tempat penulis berada yang sedari dahulu belum pernah tersentuh pembangunan secara menyeluruh).
jalan desa selebar 2 m yang tak kunjung diperbaiki (dokpri)
Sumber referensi:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/hal-hal-seputar-kantong-plastik-yang-harus-anda-ketahui
http://worldometers.info/world-population/indonesia-population http://www.ecolife.com/recycling/plastic/what-plastic-made-of.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkerasan_jalan 
https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat