Sungguh, banyak sekali perubahan yang
saya rasakan ketika saya kembali ke Serang, kota kelahiran saya. Masih segar
dalam ingatan ketika saya berusia sekitar enam tahun, di hari Minggu saya
bangun pukul pukul 07.00 dan udara masih terasa sangat dingin, brrrr.. Hal ini
terjadi karena dulu, area pemukiman tempat saya berada masih banyak terdapat
pepohonan besar dan rindang seperti pohon sawo, pohon randu dan pohon nangka.
Pohon-pohon buah seperti pohon rambutan, pohon jambu batu, pohon jambu air dan pohon
belimbing—dulu—menjadi suatu epik yang ada di setiap halaman rumah warga
yang—sungguh—menyejukan penglihatan. Dan tidak hanya itu, wangi bunga kopi yang
semerbak pun menjadi “opening day” yang menyenangkan bagi saya kala itu. Ah,
sungguh indah masa itu!
Dan.. hey! Lihat keadaan sekarang!
Kemana pohon-pohon itu?? Pohon-pohon sawo, yang dulu ada di halaman rumah
seorang ustadz kemana mereka?? Pohon kopi dan bunga-bunganya yang wangi itu mana??
Kemana?? Saya dengar, demi mendapatkan sejumlah uang, pohon-pohon besar itu
ditebang. Ya! di-te-bang. Hati saya bergetar. Ingin rasanya saya memarahi
“orang-orang kampung” yang tak tahu apa manfaat dari pohon-pohon itu. Sungguh
saya ingin sekali melakukannya! tapi kemudian saya sadar, percuma saya memarahi
mereka karena mereka tak tahu apa manfaat dari pohon-pohon itu. Mereka tak tahu
efek jangka panjang atas penebangan pohon-pohon itu. Mereka tak tahu... dan hal
utama yang mereka tahu bahwa dengan menebang pohon-pohon besar itu dan
menjualnya, mereka akan mendapatkan uang. Ya! u-ang.
Sungguh, saya ingin mengatai mereka
bodoh. Tapi yang benar saja, mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu
‘kan?? Harusnya menjadi tugas mulia bagi “kita” untuk memberitahukan mereka.
Beri mereka pengertian tentang hal-hal yang ditimbulkan dari menebang pohon,
kaitkan dengan bencana-bencana alam yang sekarang banyak terjadi di berbagai
daerah, yang setiap hari dapat mereka lihat di televisi. Tanyakan kepada mereka
apakah mereka mau mengalami hal serupa? Tentu tidak ‘kan?? Mengenai pohon-pohon
yang sudah tidak ada, mari kita sama-sama menanamnya kembali.
Panas. Banyak yang memberi komentar
demikian tentang cuaca Serang saat ini. Ya, memang benar. Apakah hanya
ditimbulkan oleh penebangan pohon yang ada di Serang yang saya tulis di atas?
Oh tentu, itu adalah salah satu pemicu. Dan celakanya, penebangan pohon
tersebut tidak hanya marak terjadi di Serang tapi juga di In-do-ne-si-a. Negara
kita—yang dulu—dengan sebutannya jamrud khatulistiwa ternyata merupakan negara
dengan persentase penebangan pohon dan penggundulan hutan tertinggi dengan laju
kerusakan hutan mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000 – 2005 dan hal
ini mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara,
dengan laju kerusakan tertinggi dunia[1] Jika sudah begitu, masihkah julukan jamrud khatulistiwa layak disematkan pada negeri ini?? Mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Pembiasaan baru warga Serang dengan
kondisi saat ini adalah dengan menggunakan model dan bahan pakaian yang berbeda
dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh apa yang banyak mereka lihat di
berbagai media. Tapi sungguh, di Serang hal ini hampir tidak ada sebelumnya.
Banyak yang mengatakan bahwa Banten,
sebuah provinsi dengan Serang sebagai ibu kotanya, dikenal sebagai provinsi
yang agamis. Disini, dulu kita bisa melihat hampir semua perempuan yang
mengenakan jilbab dan busana yang terbuat dari bahan yang tebal. Namun sekarang,
memang masih ada banyak yang mengenakan jilbab, tapi kesan yang saya dapati,
jilbab yang sekarang dipakai hanya sebuah formalitas belaka. Mereka berjilbab
hanya ketika hendak pergi ke sekolah/tempat kerja. Sebagian bahkan mulai
melepas jilbab mereka dan berpakaian pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Kiat beradaptasi lain dari warga
Serang lain dapat kita lihat juga di bidang pertanian, khususnya tani padi yang
banyak dilakukan oleh warga. Biasanya, musim yang teratur membuat masyarakat terbiasa
menanam padi di bulan Oktober-November dan akan dipanenen sekitar bulan
Maret-April. Selanjutnya, mereka menanami kembali sawah mereka dengan tanaman
palawija seperti cabai, kacang tanah dan ubi jalar. Hal itu bisa dipahami
karena—dulu—meski di bulan April-Oktober curah hujan berkurang, namun masih ada
hujan kecil yang sesekali turun di sekitar bulan-bulan tersebut sehingga tanaman
masih dapat bertahan hidup.
Dulu, sungai yang ada di sini, biasa
dipanggil kali sampan, masih berair meski sedang cuaca kemarau. Namun sekarang
apa yang terjadi?? Sungai itu kering! Dan ketika selesai memanen padi, yang
menurut pengakuan warga hasil panen di tahun-tahun ini tidak sebaik tahun-tahun
sebelumnya, mereka membiarkan sawah mereka
hingga “musim hujan” datang lagi. Menurut pengakuan mereka, tanaman palawija akan
mati karena tidak ada hujan. Sungai yang dulu selalu berair deras, sekarang
mulai surut. Dan disaat “musim kemarau” mulai mencapai puncaknya, sungai itu kering-kerontang
seperti tanah yang ada disekitarnya. Memang, karena musim tidak teratur
seperti sekarang masih bisa saja masyarakat tani mengakalinya dengan cara
menanam tanaman yang “tahan” dengan kemarau yang agak panjang seperti dengan
menanam tanaman ketela pohon atau singkong, talas dan umbi rambat.
Namun, dengan adanya perubahan iklim
ini, apa yang harus warga Serang lakukan? Apa? Meminta bantuan kah? Kepada siapa?
Mungkin Oxfam adalah salah satu solusi, tapi apa itu Oxfam? Oxfam adalah
konfederasi Internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di
92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun
masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan.
Ya, ini adalah salah satu solusi yang
terbaik, yang semoga, di masa depan warga Serang dapat menjadi masyarakat yang
lebih sejahtera. Bahkan juga untuk negara kita, Indonesia!
P.S. : Wilayah Serang tempat saya bermukim terletak di Kecamatan Curug, Kota Serang, Banten - Indonesia
Aamiin, bukan hanya serang daerah yang lainpun juga yakk. khihihi
ReplyDeletebelum beruntung :/ xoxo keep spirit!! :D
DeleteTetap semangat ya.... :)
ReplyDeleteTulisannya enak dibaca, ngaliiiir dan sangat khas...
Sekedar sedikit saran mungkin hubungan antar paragrafnya harus dibikin lebih lembut lagi, terus coba gunakan diksi (pilihan kata) yang lebih enak dibaca...
Semoga beruntung di lomba-lomba berikutnya
oke ka :) trimakasih masukannya :D
Deleteaamiin ^^