Alasan yang Mendorongku
Menjadi Seorang Penulis
Sebagai seorang yang kurang pandai dalam
berkomunikasi secara lisan, saya dari dulu senang dalam dunia tulis-menulis. Meski
kebanyakan yang saya tulis hanya diari berupa catatan-catatan kecil tentang
hal-hal yang terjadi dalam kehidupan saya, tapi hal ini menjadi suatu keasyikan
tersendiri bagi saya ketika menuliskan hal-hal yang saya pikirkan dan
membacanya kembali di waktu senggang.
Dulu kata salah seorang teman saya ketika
SMP, orang yang pendiam itu banyak pikiran. Haha..mungkin itu hanya celotehan
bocah SMP. Namun saat ini, saya akui bahwa sebagai seorang yang bisa dikatakan
pendiam, saya memang sering banyak pikiran. Kadang memang bukan ha-hal yang
sangat penting yang saya pikirkan. Hal-hal yang kecil, remeh-temeh pun saya
pikirkan. Dan kadang muncul percakapan-percakapan dalam diri saya sendiri—meski
hanya dalam hati. Aneh ya? hehe
Sebenarnya saya
kurang pandai merangkai kata-kata, kalimat demi kalimat yang sastra banget. Yang biasa saya tulis ya apa
adanya yang ada dalam pikiran saya, sederhana sekali, bahkan mungkin
membosankan bagi sebagian besar orang. Namun saya tetap ingin menulis entah itu
diari, karya tulis ilmiah, karya tulis sastra, dll. Saya ingin tetap menulis. Karena menurut saya menulis ya menulis.
Mengapa harus diribetkan dengan aturan-aturan?[1]
Menjadi seorang penulis adalah salah satu
cita-cita saya. Dengan menulis, hal-hal yang saya sampaikan dapat dketahui (dibaca)
oleh banyak orang di berbagai wilayah, kapan pun dan di mana pun (terutama jika
tulisan kita terdapat di media online). Dengan menulis kita bahkan dapat
memberi suatu sugesti tertentu kepada masyarakat. Kita semua tahu pers ‘kan? Peranan pers sebagai media
informan publik—yang notabene berupa liputan dan karya tulis jusnalistik. Adalah
suatu fakta bahwa apa yang disampaikan mereka (pers) lebih dipercayai oleh
masyarakat daripada apa yang dikatakan pemerintah. So, dengan menulis kita
dapat memengaruhi mind-set seseorang
bahkan masyarakat terhadap suatu hal.
Dulu ketika saya SMP, salah seorang teman
yang hobi menulis sering meminta saya untuk dapat mengkritik tulisannya.
Sebenarnya pada saat itu, saya belum mulai intensif menulis, seperti yang saya
tulis di atas, yang sering saya tulis hanya diari. Itu pun dengan bahasa yang
amat sederhana. Tapi karena menurut teman saya tersebut saya sering membaca dan
tipikal orang yang blak-blakan ketika
sedang berkomentar, ia meminta saya untuk dapat menilai karyanya. Ya sudah saya
sampaikan kritik-kritik dan saran-saran atas
tulisan yang dia buat—yang ketika itu saya pikir hanya rekomendasi yang
benar-benar tidak pas, tapi dia tampak senang menerimanya.
Semenjak itu selain diari, saya kadang
menulis cerpen, cerita pendek yang benar-benar pendek di suatu buku, saya juga
menulis puisi/liris, kadang kala juga pantun. Kadang tulisan tersebut saya
tulis menggunakan bahasa Indonesia, kadang bahasa Inggris, kadang juga dalam
bahasa Jawa Serang. Dalam hal menulis menggunakan bahasa Jawa Serang itu
menurut saya, karena pelestarian atas bahasa daerah juga perlu, bukan? Jadi
tidak melulu mempelajari dan menggunakan bahasa bapak (bahasa asing) yang dalam
era globalisasi saat ini memang sangat dibutuhkan, tapi kita juga harus
melestarikan bahasa ibu (bahasa daerah) yang salah-satu caranya yakni dengan
menggunakannya sebagai tutur dalam karya tulis yang kita buat J
Bagaimana Suka-duka dan Jatuh-bangun dalam
Mewujudkan Cita-cita sebagai Seorang Penulis
Saat SMP saya hanya menulis di buku
catatan kecil, kadang kala saya juga menulis di kertas-kertas yang sudah tidak
terpakai. Meski kadang hal ini membuat saya malu ketika tulisan tersebut dibaca
orang lain (termasuk mama), namun saya kadang tetap saja menulis asal dan
sembarangan. Pada saat SMA, saya juga kadang menulis catatan harian, puisi,
kata-kata mutiara, dkk di notes facebook.
Barulah pada saat saya memasuki dunia
kampus di satu universitas negeri di Banten, saya mulai menulis di blog. Hal
ini karena saya baru memiliki netbook sendiri ketika mulai berkuliah. Dengan
netbook ini saya dapat lebih leluasa menulis dan memiliki beberapa media sosial
yang dapat saya jadikan ‘kertas’ bagi pemikiran-pemikiran saya.
Sebenarnya di
awal saya membuat blog, isinya serupa dengan banyak hal yang saya tuliskan di
diari sih, seperti cerita kecil (bukan cerpen), puisi, kutipan-kutipan yang
saya sukai. Namun beranjak di masa-masa berikutnya saya mulai tertarik dengan
kompetisi-kompetisi blog yang banyak diadakan oleh banyak kalangan/instansi.
Sebenarnya selain menginginkan hadiahnya, dengan mengikuti kompetisi menulis
seperti itu saya ingin berkompetisi, saya juga ingin tulisan dan blog saya
dinilai. Apakah sudah memenuhi kriteria dalam penulisan? Mungkin memang belum,
karena saya jarang menang..hehe. Tapi saya tidak menyerah, saya tetap ingin menulis.
Kadang
memang merasa malas untuk memulai menulis, padahal kalau sudah mulai satu-dua
paragraf, kesana laginya enak terasa mengalir begitu saja. Kadang rasa malas muncul hanya karena untuk menulis
kita harus mengetik di tombol-tombol keyboard netbook atau menyiapkan buku dan
alat tulis sebagai media penulisan kita. Nah, untuk alasan malas yang seperti
ini, saya kadang mengetikannya di template sms untuk selanjutnya dikirim ke
nomor modem, lalu dicopy-paste di blog. Hehe..sebenarnya lebih ribet menulis di
hape ya (terutama bagi yang tidak memiliki smartphone—termasuk saya) tapi kadang
ini lebih menyenangkan. Bukankah di usia remaja menjelang dewasa seperti kita
(oke, mungkin cuma saya :p hehehe) lebih senang sms-an daripada telepon-an?
Jadi, tidak
ada alasan lagi untuk tidak memulai menulis. Ayo tuliskan apa yang kamu
pikirkan dan rasakan, dimana pun, kapan pun! Let’s writing, guys! J
semoga menang ya... keren...
ReplyDeletesemoga menang ya... keren...
ReplyDelete